KEDIRI – Belakangan ini santer diberitakan terkait biaya pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Kabupaten Kediri yang disinyalir tidak sesuai dengan Surat Keterangan Bersama (SKB) 3 Menteri, yakni sebesar Rp150 ribu.
Menurut beberapa praktisi hukum di wilayah setempat jika ada penetapan biaya pengurusan sertifikat tersebut diluar ketentuan yang ada, maka sangat berpotensi terjadi praktek pungutan liar (pungli).
Adv. Agus Setiawan, S.H. salah satunya. Pihaknya mengatakan, apabila ada oknum perangkat desa atau kelompok masyarakat (pokmas) selaku pelaksana kegiatan meminta pembayaran pengurusan PTSL yang nilainya lebih dari ketentuan yang ada, maka dapat dipastikan tindakan tersebut menyalahi aturan dan masuk kategori pungli. Selain itu, juga dapat berurusan dengan hukum.
” Jika ada pembayaran melebihi ketentuan sebagaimana diatur dalam SKB 3 menteri, maka bisa masuk kategori pungli. Dan pungli itu termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” kata praktisi hukum ini saat ditemui disela kesibukannya, Kamis, (23/05/2024).
Lebih lanjut, menurut bang Iwan -sapaan akrabnya- ini, program PTSL ini merupakan salah satu program pemerintah untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan sertifikat tanah. Sertifikat tersebut, kata dia, dinilai penting bagi para pemilik tanah untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari.
“Program PTSL itu gratis dan sesuai dengan SKB 3 Menteri, disebutkan biaya PTSL untuk Jawa-Bali sebesar Rp. 150.ribu. Berarti kalau lebih dari itu bahkan sampai Rp. 600 ribu per bidang tanah untuk mendapatkan PTSL, sudah jelas itu dilarang dan sangat menyalahi aturan yang ada,” ujarnya.
Jika ada oknum, lebih lanjut bang Iwan mengatakan, baik perangkat desa maupun panitia kegiatan (Pokmas-red) yang kedapatan mengambil keuntungan (pungli) dalam program PTSL maka dapat berurusan dengan hukum.
“Jadi intinya tidak boleh ada pungutan dari luar aturan. Nah, kalau di lapangan ada pungutan lebih dari Rp150 ribu maka itu bisa masuk ke hukuman pidana karena mengambil uang yang sudah keluar dari ketentuan yang berlaku,” terangya.
Jika hal itu tetap dilakukan, masih kata dia, maka Panitia PTSL dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimaksut dalam Undang-undang 20 tahun 2001 Pasal 12 huruf e tentang Pidana Korupsi Jo. Pasal 423 KUHP.
Terkecuali, praktisi hukum ini menuturkan, apabila dalam hal terjadi kekurangan biaya yang dibutuhkan dan melebihi biaya yang diatur dalam SKB tiga Menteri dan Peraturan Bupati (Perbup), maka kekurangan tersebut di bebankan secara fisik kepada peserta sehingga panitia tidak diperkenankan memungut tambahan biaya dalam bentuk uang.
“Jika tidak ada dasar hukumnya memungut tambahan biaya apapun tetap saja disebut pungutan liar,” tandasnya.
Senada diungkapkan praktisi hukum lainya, Luqman Aldi Perdana, S.H., M.H saat ditemui di kantornya mengatakan, setiap biaya yang timbul diluar ketentuan yang telah ditetapkan maka wajib memiliki dasar hukum yang jelas, meskipun pungutan tambahan biaya itu merupakan kesepakatan maka menurutnya tetap tidak diperkenankan.
“ Kecuali jika terdapat peraturan lain yang mengatur terkait pungutan tambahan, maka diperbolehkan. “Tidak bisa lakukan pungutan tanpa ada dasarnya, jika itu tetap dilakukan maka tentu masuk dalam indikasi pungutan liar,” tuturnya.
Sekadar diketahui, tahun ini di Kabupaten Kediri ada 57 desa yang mendapatkan program PTSL. Sementara itu, jumlah kuota PTSL se Kabupaten Kediri, sebanyak 56. 184 bidang. Rata-rata biaya pengurusan sertifikasi tanah tersebut di patok Rp 600 ribu per bindang. Bahkan ada yang lebih.(Wan)